Sebuah artikel menarik masuk dalam email saya minggu lalu dari sobat saya di Kantor Pusat. Tulisannya bercerita mengenai seorang penebang kayu.
Seorang anak penebang kayu yang beranjak besar mengutarakan niatnya untuk membantu ayahnya dalam menebang kayu di hutan. Si Ayah menyambut gembira keinginan itu dan memberikan kapak kesayangannya kepada sang anak. Maka mulailah sang anak bangun pagi, pergi bekerja selama 10 jam dan berhasil menebang 10 pohon setiap hari.
Waktu berlalu dan musim berganti, sang anak tetap konsisten dengan pekerjaan dan kebiasaannya. Selalu bangun pagi kemudian pergi ke hutan selama 10 jam setiap hari. Namun anehnya seiring berjalannya waktu, pohon yang ditebangnya semakin berkurang dan berkurang dari waktu ke waktu. Awalnya dia dapat menebang 10 pohon dalam waktu 10 jam, tetapi jumlah tersebut semakin berkurang menjadi 9, 8, 7 dan saat ini dia hanya bisa menebang 5 pohon dalam waktu 10 jam. Ayahnya pun menjadi heran dengan keadaan ini dan menanyakan kepada anaknya.
Anaknya mengatakan bahwa tidak ada yang berubah dari dirinya, dia tetap bangun pagi seperti biasa, bekerja selama 10 jam seperti hari-hari lainnya dan tetap bersemangat dalam bekerja. Saat ditanyakan apakah pernah sesekali mengasah kapak yang digunakan agar selalu tajam, barulah si anak mengerti. Selama ini dia bekerja dengan giat dan bersemangat namun dia lupa untuk mengasah kapak yang digunakan.
Cerita diatas mengingatkan saya akan buku Stephen Covey yang terkenal ”7 Habits of Effective People” terutama Habit ke 7 ”Sharpen the Saw” (asahlah gergaji anda). Dalam kalimat itu tersirat makna bahwa ada saatnya manusia perlu berhenti sejenak untuk instropeksi, belajar, berlatih, evaluasi, penyegaran, mengambil jarak dari lingkungan untuk ”mengisi baterai”-nya kembali.
Masih jelas dalam ingatan saya waktu ayah saya ikut kursus bahasa Inggris sewaktu beliau masih bekerja. Yang membuat saya kagum sekaligus geli adalah karena beliau mengambil kursus dari taraf basic yang rata-rata pesertanya adalah anak SD dan SMP sedangkan ayah saya waktu itu sudah berumur 50 tahun. Waktu saya tanyakan apa tidak merasa malu bergabung dengan anak-anak dalam satu kelas, beliau malah menasehati. ”Bagi Bapak belajar itu bisa kapan saja dan tidak perlu malu. Kita harus malu kalau kita melakukan kesalahan dan kecurangan. Lagipula bapak sekarang malah senang punya banyak teman walau mereka anak-anak”, jawab beliau saat itu. Akhirnya setelah 2 tahun beliau dapat menyelesaikan kursus itu sampai tingkat advance dengan baik.
Semangat belajar beliau yang tinggi itu saya praktekkan pada diri saya. Pada bulan Ramadhan sebelas tahun yang lalu, saya ingin sekali ikut pesantren Ramadhan yang diadakan oleh sebuah Pondok Pesantren di Yogya. Namun karena terlambat mendaftar ternyata kelas dewasa sudah penuh dan hanya tinggal kelas anak-anak yang masih bisa diikuti (SD dan SMP). Karena keinginan belajar sudah begitu kuat akhirnya saya setuju untuk ikut kelas anak-anak. Petugas yang saat itu melayani agaknya ragu dengan keinginan saya, sampai akhirnya saya yakinkan bahwa saya siap.
Pesantren Ramadhan itu dilaksanakan selama 3 minggu dan semua peserta menginap di pesantren tersebut. Hampir semua peserta adalah anak-anak SD dan SMP dan hanya saya yang kuliah S-2. Saat pertama kali masuk banyak yang menganggap bahwa saya adalah guru mereka dan mereka tidak percaya waktu saya katakan bahwa sayapun murid seperti mereka. Saya merasa tidak terganggu dengan usia teman-teman baru saya saat itu karena fokus saya adalah saya mau belajar dan mengasah pemahaman saya mengenai agama.
Dalam kehidupan, kita seringkali terlalu bersemangat dan larut dalam rutinitas kita sehari-hari dan lupa bahwa ada hal-hal penting yang harus terus kita asah agar kita tidak menjadi tumpul.
Kita perlu memberi kesempatan kepada diri untuk dapat mengasah ”kapak” kita agar selalu tajam. Kita perlu mengasah diri dengan hal-hal baru agar kita dapat selalu siap akan tantangan yang akan kita jelang di depan. Asahlah diri anda dengan kemahiran dan pengetahuan baru agar anda dapat bekerja lebih baik, asahlah mata bathin dan jiwa anda agar anda bisa menjadi manusia yang lebih bijaksana.
Tuesday, June 5, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment