Wednesday, August 8, 2007

Hilangkan Kesedihan dengan Bekerja

Beberapa waktu yang lalu saya menelepon teman kuliah saya di Yogya, yang beberapa bulan lalu mendapatkan cobaan dengan meninggalnya anak kedua yang baru dilahirkannya. Saat itu kami mengobrol panjang lebar dan dia sudah kembali dapat berbicara dengan suaranya yang selalu terdengar bersemangat, menceritakan bagaimana dia melalui hari-harinya pasca musibah tersebut.

Awalnya berat sekali buat aku untuk bisa menerima kenyataan bahwa kami telah kehilangan anak kedua kami. Butuh kekuatan besar untuk bisa mengabarkan hal ini kepada teman-teman lain. Kesedihan dan besarnya rasa kehilangan membuat aku menjadi tidak tahu harus bertindak dan bersikap seperti apa. Aku jadi tidak produktif dan semakin lama semakin tenggelam dalam ketidak berdayaan. Banyak rekan dan saudara yang minta aku dan suamiku pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Aku coba lakukan itu namun sejauh apapun aku pergi, pikiran kesedihan itu ternyata tidak pernah juga bisa jauh dari pikiranku”.

Kemudian dia melanjutkan: ”Akhirnya atas desakan suami, aku kuatkan diri untuk kembali ke kampus dan kembali aktif mengajar dan membimbing mahasiswa yang beberapa waktu telah aku telantarkan. Aku langsung menyibukkan diri dengan pekerjaan-pekerjaan yang tertunda, kembali aktif mencari hal-hal baru yang bisa aku sumbangkan ke kampusku dan aku mulai ikuti beberapa sayembara arsitektur yang diadakan. Ajaib! Seiring dengan semakin sibuknya diriku, secara perlahan pula kesedihan dan pilu akan kehilangan berangsur beralih rupa menjadi keikhlasan untuk merelakan dan kembali menumbuhkan semangat yang selama beberapa waktu terkubur. Kepercayaan diriku bangkit dan akhirnya sekarang aku seperti terlahir kembali dengan seragam semangat yang baru dalam menata dan menatap kehidupan”.

Saya takjub dengan proses perubahan yang dia alami dan lakukan. Saya pernah membaca dalam sebuah buku bahwa salah satu hukum yang paling mendasar yang pernah dikemukakan dalam ilmu psikologi adalah: bahwa pikiran manusia, betapapun cerdasnya, sama sekali tidak mungkin bisa memikirkan lebih dari satu hal dalam waktu bersamaan. Kita tidak bisa memikirkan secara bersamaan rencana liburan akhir pekan dan pekerjaan kantor yang masih belum selesai dikerjakan. Memang kita bisa memikirkan kedua hal itu namun secara bergantian dan tidak dalam waktu yang sama kita bisa konsentrasi akan kedua hal tersebut.

Itu sama juga dengan keadaan emosi (baca: perasaan): kita tidak dapat merasa bersemangat dan begitu bergairah dalam mengerjakan sesuatu namun pada saat yang sama kita juga merasa sedih dan patah semangat. Alam pikiran hanya dapat menerima satu jenis perasaan dalam satu waktu. Perasaan (emosi) negatif seperti rasa benci, sedih, takut, cemburu dan iri hati ibarat angin dengan energi yang dinamis dan kekuatan yang besar yang dapat dengan mudah mengusir dan menghancurkan pikiran bahagia, kedamaian dan ketenangan.

Emosi negatif dengan kekuatannya dapat kapan saja merasuki pikiran kita terutama apabila pikiran kita “kosong” dan saat kita bebas dan bersantai-saat-saat yang seharusnya kita merasa bahagia. Pikiran itu seperti alam semesta, dimana “Alam tidak menyukai/ menerima adanya kehampaan”. Begitu kehampaan akan terjadi, saat itu pula akan ada zat yang mengisinya. Begitu juga pikiran, sekali pikiran anda “kosong”, emosi apapun akan bisa masuk untuk mengisi “kekosongan” itu. Sayangnya, emosi-emosi yang paling aktif untuk berusaha masuk kedalam pikiran kita adalah emosi negatif seperti: kenapa hidup saya seperti berjalan ditempat? Kenapa saya tidak punya banyak uang seperti rekan yang lain? Kenapa atasan saya memarahi saya hari ini? Akan seperti apa hidup saya kedepan? Dan macam-macam lainnya.

Urip kuwi mung mampir ngombe” salah satu pepatah jawa yang sangat saya kenal, yang kalau ditilik artinya senada dengan “bahwa hidup itu singkat”. Nah kalau kita sudah tahu bahwa hidup itu sebenarnya singkat, apakah anda masih mau dan rela ke-“singkat”-an itu sepertiga, seperempat atau bahkan separuhnya anda isi dengan kesedihan, kekecewaan dan keterpurukan pikiran? Kalau anda sejalan dengan saya bahwa hidup itu harus bermakna, mari kita singsingkan lengan baju dan mulai untuk mengisi hidup ini dengan menyibukkan diri dan pikiran kita dengan sesuatu yang positif dan berguna bukan hanya buat diri sendiri tapi lebih baik lagi buat orang lain!

No comments: