Minggu lalu saya makan siang bareng dengan 2 orang rekan lama saya sewaktu kuliah dulu. Andre adalah seorang cerdas lulusan dari Fakultas Ekonomi UGM. Rupanya karirnya di sebuah bank swasta cukup mencorong dan sudah 3 tahun ini dia dipercaya sebagai kepala cabang. Agung, rekan saya yang satu lagi seorang insinyur sipil, masih setia berkutat dengan profesi konsultan-nya dengan jabatan senior konsultan di sebuah biro konsultan manajemen asing. Kami bertiga dulu berada dalam 1 kelas ketika mengambil program master sekitar 10 tahun yang lalu.
Siang itu Andre banyak bercerita mengenai posisi dia sebagai orang yang berkuasa di cabang dan tantangan-tantangan pekerjaan yang dihadapi. Kebetulan cabangnya adalah cabang yang cukup baik dalam menghasilkan keuntungan. “Wah, tahun ini gua bakal abis-abisan nyari duit nih. Target yang diberikan dari kantor pusat naik hampir 100% dari tahun lalu!” ujarnya. “Gua kan baru di cabang ini dan gua mesti nyari bisnis baru sebanyak itu…puyeng dah!”. Kemudian dia menjelaskan betapa kerasnya persaingan dunia perbankan sekarang dan nasabah juga mulai banyak pilihan dalam mencari bank.
Agung yang sedari tadi diam akhirnya bicara,” Sebenarnya yang jadi masalah bukan angka target yang besar yang perusahaan berikan, tapi lebih kepada bagaimana cara kamu melihat dan berpikir terhadap angka itu”. Andre tampaknya belum paham maksudnya.
Agung kemudian melanjutkan;“Begini Ndre, kalau kamu melihat angka totalnya pasti kelihatan gede banget dan kamu akan berpikir gak bakalan bisa elo capai. Coba lihat dengan lebih sistematis, misal target perusahaanmu Rp.10 triliun tahun ini. Bagikan nilai Rp.10 triliun itu dengan jumlah kantor bank kamu yang ada 231 cabang. Jadi totalnya kan sekitar Rp.43,290 milliar per tahun per kantor. Trus coba deh bagi angka Rp.43,290 milliar itu dengan jumlah hari kerja per tahun. Anggap aja hari kerja efektif pertahun hanya 250 hari, jadi angka terakhir yang elo dapet sekitar Rp.173,160 juta perhari untuk setiap cabang. Dan aku yakin setiap cabang tentu targetnya tidak sama karena sangat tergantung dari kondisi ekonomi dan bisnis di tiap-tiap cabang, ya kan?. Udah gitu, bagi lagi angka Rp.173,160 juta itu dengan jumlah staff sales di kantormu, dapatlah target per-orangnya.”
Perlahan Andre mulai melihat alasan logis dari penjelasan tersebut. Sambil tangannya memencet-mencet kalkulator, dia berseru; ”Berarti kalau misalnya aja ada nasabah gua yang mau naruh duitnya di deposito Rp.2 M aja berarti gua udah penuhi untuk target selama 11 hari dong..!”. Kemudian Agung melanjutkan,” Nah dengan begitu kamu bisa memanfaatkan waktu yang lebih 10 hari itu untuk cari bisnis baru atau untuk me-maintain nasabah-nasabahmu supaya jangan lari ke bank-nya si Arif ini”. Saya hanya tersenyum saja mendengar penjelasan tersebut.
Saya tidak pernah menjadi kepala cabang dan karena itu saya tidak bisa merasakan bagaimana rasanya dibebani oleh target-target. Hanya saja saya melihat cara berpikir sederhana yang dijelaskan tadi sebenarnya merupakan salah satu cara untuk mempermudah kerja kita. Saya pikir banyak benarnya pola pikir yang dijelaskan oleh Agung. Salah seorang kenalan saya seorang sales coordinator dari sebuah produk farmasi juga sering mengatakan demikian kepada jajaran sales-nya. Buatlah perhitungan target menjadi lebih detail dan sistematis. Dengan begitu kalian bisa membuat action plan yang baik dan sekaligus juga tahu bagaimana dan kapan target itu bisa dicapai.
Saya jadi teringat dengan artikel LPB minggu lalu tentang sebuah Jam yang menolak ketika diminta untuk berdetak 31 juta kali dan baru mau berdetak untuk 1 kali tiap 1 detik., padahal kalau dijumlah secara total sama dengan angka awal yang diminta. Dari ilustrasi Agung tersebut mungkin tidak sepenuhnya benar dan bisa diaplikasikan di lapangan tapi pesan tersirat dari penjabaran itu adalah kita diajak untuk cerdik dalam mensikapi sebuah tuntutan (target) dengan membuat sebuah perhitungan dan perencanaan yang detail. Target apapun yang kita buat butuh sebuah perencanaan yang matang. Kalau kita ingin kehidupan kita lebih baik di masa depan, kita perlu membuat perencanaan yang matang agar kita tahu apa yang harus kita lakukan dan berapa lama sebuah keinginan itu bisa terwujud.
Di akhir penjelasan, Agung menambahkan,”Perencanaan yang baik dan detail tetap akan hanya menjadi sebuah perencanaan kalau dalam diri kita tidak ada niat untuk mewujudkannya”.
Wednesday, August 8, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment