Friday, November 30, 2007

Menumpahkan Kemarahan

Seorang pria dengan wajah kusut dan muka muram pulang ke rumahnya malam itu. Setibanya di rumah, seperti biasanya ia mengetuk pintu, lalu ketika isterinya membuka pintu sedikit lebih lama dari biasanya maka ia menjadi marah besar. Aneh memang tapi itulah yang terjadi, si isteri lalu dimarahi habis-habisan hanya gara-gara sedikit terlambat membukakan pintu. Isterinya menjadi jengkel tapi tak bisa melawan suaminya yang sedang marah besar, itu sebabnya ia menumpahkan kemarahannya kepada anaknya yang secara tak sengaja melakukan sedikit kesalahan.

Si anak pun jadi ngambek tapi juga tak berani melawan ibunya yang terlihat begitu angker. Akibatnya pun bisa ditebak, si anakpun lalu menumpahkan kemarahannya kepada si pembantu. Meski si pembantu menjadi emosi dalam hati, tapi tidaklah mungkin seorang pembantu berani melawan anak majikan. Itu sebabnya si pembantu kemudian menumpahkan kemarahannya kepada anjing peliharaan keluarga itu dengan cara tidak memberi makan selama satu minggu! Karena lapar dan sangat jengkel karena merasa jadi korban keadaan, si anjing akhirnya menggigit tamu yang kebetulan berkunjung sebagai bentuk protes dan ungkapan kemarahannya. Anjing ternyata bisa marah juga!

Dalam pengertian populer itulah yang disebut displacement of aggression, atau pengalihan agresi. Menumpahkan kesalahan kepada obyek pengganti yang level, status atau kedudukannya berada di bawahnya. Tentu ini adalah perilaku yang tidak baik. Kita seringkali dan selalu diajarkan untuk bertanggung jawab terhadap diri kita sendiri, bukannya melemparkan kesalahan atau menumpahkan kemarahan kepada orang lain yang levelnya ada di bawah kita. Mentalitas yang seperti ini hanya akan menciptakan orang-orang yang gemar mencari kambing hitam. Dia yang berbuat, tapi dia juga yang melemparkan tanggung jawab kepada pihak lain.

Bayangkan kalau hal ini terjadi di kantor. Atasannya atasan Anda marah karena departemen tempat Anda bekerja ternyata tidak bekerja seperti yang diharapkan. Kemudian atasan Anda memarahi Anda karena dia jengkel dimarahi oleh atasannya. Andapun melampiaskan kemarahan karena dimarahi atasan kepada pelanggan yang datang hari ini kepada Anda. Dan pelanggan yang jengkel karena pelayanan dan perlakuan Anda yang tidak menyenangkan kemudian berbicara kepada orang-orang lain. Dan orang-orang lain yang mendengar cerita ini ternyata ikut jengkel dan menceritakan kembali kepada teman-temannya. Dampaknya ternyata luar biasa! Hanya karena kita menumpahkan kejengkelan dan kemarahan kita kepada pihak lain, ternyata berakibat pada sekian banyak orang lain lagi yang secara tidak langsung terpengaruh dengan kejengkelan dan kemarahan Anda.

Marilah bersikap adil dan jujur terhadap diri sendiri. Kalau memang yang sedang bermasalah adalah kita, bukankah seharusnya kita sesegera mungkin membereskan masalah itu dan bukannya mencari “tong sampah” untuk menumpahkan kejengkelan dan kemarahan kita. Sunggguh tidak adil kalau orang-orang di sekeliling kita harus menerima luapan emosi kita, sementara mereka sebenarnya tak melakukan sesuatu yang membuat mereka layak mendapat kemarahan kita.

Coba Anda bayangkan kalau yang menjadi limpahan kemarahan atau kejengkelan kita adalah anak kita, yang untuk bertemu dan berkumpul dengan kita saja hanya punya beberapa jam setelah kita pulang kantor. Kita akan merasakan dampaknya di kemudian hari dimana kita mulai merasakan adanya kerenggangan emosional antara kita dan anak kita.

Bila Anda sedang jengkel dan marah pada hari ini. Tahanlah diri Anda untuk tidak menumpahkan kejengkelan dan kemarahan Anda kepada orang lain. Berhentilah sebentar, redakanlah jengkel dan amarah anda terlebih dahulu. Pikirkanlah bahwa hidup Anda sangat berharga dan jangan sudi untuk menyia-nyiakannya dengan luapan amarah. Karena dengan marah, kebahagiaan yang sedang anda bangun secara perlahan sedang digerogoti.

No comments: