Sabtu pagi itu tiba-tiba saja istri saya masuk rumah sambil uring-uringan. “Duhh sebelnya! Tetangga sebelah nyiram jalan pakai air got lagi tuh, apa nggak tahu ya kalau bau-nya kemana-mana?” ujarnya geram. “Kenapa sih kok nyiramnya selalu pagi-pagi dan kenapa juga nyiramnya selalu mengarah ke depan rumah kita, kenapa nggak ke tetangga sebelah kirinya? Apa memang dia tidak suka dengan kita ya?”. Saya yang sedang asyik minum kopi dan membaca Koran sempat bingung dengan ‘serangan’ gerutuan pagi itu. Memang sih saya juga mulai mencium bau tidak enak dari arah jalan, dan dengan adanya gerutuan istri saya jadi mengerti penyebabnya. Kejadian ini bukan hanya kali ini saja dilakukan tapi sudah berulangkali. Akhirnya kegiatan membaca saya hentikan dan mencoba menenangkan istri saya.
Secara tidak sadar respon kita saat menemui masalah atau musibah adalah pertanyaan ‘Kenapa’. Kenapa mesti terjadi pada saya? Kenapa harus mengalami ini dan itu dan sebagainya. Saat saya di luar kota dan mendengar kabar bahwa mobil saya diserempet truk di jalan tol dan rusak parah, kata pertama yang terucap juga ‘Kenapa’. Kenapa mesti mobil saya yang diserempet? Padahal begitu banyak mobil di jalan yang macet itu…
Respon ‘Kenapa’ terdengar wajar ya dan mungkin sebagian besar dari anda (termasuk saya) juga masih suka mengucapkan kata tanya itu. Coba kita pikirkan dan rasakan sekali lagi. Pada saat kita mepertanyakan sebuah kejadian dengan kata ’Kenapa’, pikiran kita akan diajak untuk berputar-putar pada masalah itu dan menjebak kita dengan sebuah rasa sesal dan penyesalan yang tidak berkesudahan. Seringkali pertanyaan ’Kenapa’ ini bisa menjadi berkembang sampai akhirnya tidak memiliki relevansi dengan kejadian semula. Misalnya saat mobil saya diserempet oleh truk malam itu. Kenapa mobil saya yang diserempet?, Kenapa bukan mobil yang ada di belakang atau di depan saya?, Apa yang sudah saya perbuat kepada orang lain sehingga saya mendapatkan musibah ini? Apa dosa yang telah saya perbuat? Dll. Pertanyaan-pertanyaan yang semakin tidak jelas arahnya ini malah membuat kita menjadi semakin gelisah sedangkan masalahnya sudah berlalu.
Berbeda sekali apabila respon yang kita tunjukkan saat mengalami sebuah musibah dengan kata ”Apa”. Apa yang harus saya lakukan selanjutnya untuk menghadapai masalah ini? Kata ”Apa” yang kita ucapkan akan memicu pikiran kita bekerja untuk menghadapi masalah dan menyelesaikannya. Kata ”Kenapa” cenderung berorientasi ke masa lalu sedangkan kata ”Apa” berasosiasi dengan masa depan sesuai dengan kodrat manusia bahwa hidup selalu berjalan ke depan. Seseorang yang hidupnya seringkali memikirkan masa lalu seperti seseorang yang berjalan dengan membawa ransel penuh batu. Batu-batu itulah perlambang masalah-masalah masa lalu yang dibawa dan menjadi beban selama jalan kehidupannya.
Masalah masa lalu bisa kita anggap selesai karena betapapun menyakitkan ataupun merugikan toh hal itu sudah terjadi dan apapun yang sudah terjadi ya kita anggap selesai dan tak akan pernah kembali lagi walau kita memikirkan dan meratapinya terus menerus. Masa lalu tidak menentukan masa depan kita, tetapi yang menentukan adalah apa yang kita perbuat sekarang ini.Melupakan masa lalu bukan berarti tidak mengingatnya lagi. Sebagai manusia normal tentu saja kita mengingat masa lalu kita. Melupakan masa lalu artinya kita tidak lagi dipengaruhi oleh masa lalu tersebut.
Dalam sebuah buku yang saya baca ada sebuah doa yang sebaiknya seringkali kita panjatkan agar kita dapat hidup lebih tenag di masa sekarang.
Pertama, Ya Allah berikan aku keberanian untuk bisa mengubah apa yang bisa aku ubah. Kedua, Ya Allah berikan ketenangan kepadaku untuk dapat menerima apa-apa yang tak dapat aku ubah.
Dan yang ketiga, Ya Allah berikanlah padaku kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya.
Hal ini penting karena kita seringkali tidak dapat membedakan mana hal-hal yang dapat kita ubah dan mana yang tidak. Kita seringkali memikirkan hal-hal yang tak dapat kita ubah, misalnya mengenang masa lalu.
Padahal namanya saja masa lalu. Ia sudah berlalu, sudah selesai.
Friday, August 29, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment