Wednesday, May 14, 2008

Malas

”Wah udah masuk kerja lagi nih, gua malas banget kerja apalagi baru libur 4 hari!”. Begitulah bunyi sms yang saya terima pada hari senin pagi kemarin. Sms itu berasal dari salah seorang mantan teman kuliah saya yang sekarang bekerja di sebuah bank Negara. Pernahkah anda merasakan hal yang sama dengan rekan saya tadi? Suatu hal yang lumrah dialami ketika rasa malas menghampiri kita.

”Malas adalah penyakit mental. Siapa dihinggapi rasa malas, sukses pasti jauh dari gapaian”. Begitulah yang pernah dikatakan mantan atasan saya. Rasa malas dapat diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya atau sebaiknya dia lakukan. Masuk dalam ”keluarga besar” rasa malas adalah menolak tugas, tidak disiplin, tidak tekun, rasa sungkan, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban, dll. Jika ”keluarga besar” dari rasa malas ini mudah sekali muncul dalam aktivitas sehari-hari kita, maka dijamin kinerja kita akan jauh menurun. Bahkan bisa jadi kita tidak pernah bisa mencapai sesuatu yang lebih baik sebagaimana yang kita atau perusahaan tempat kita bekerja inginkan.


Rasa malas sejatinya merupakan sejenis penyakit mental. Mengapa disebut penyakit mental? Disebut demikian karena akibat buruk dari rasa malas memang sangat merugikan. Siapa pun yang dihinggapi rasa malas akan kacau kinerjanya dan ini jelas-jelas sangat merugikan. Sukses dalam karir, bisnis, dan kehidupan umumnya tidak pernah datang pada orang yang malas. Masyarakat yang dipenuhi oleh individu-individu yang malas jelas tidak akan pernah maju. Rasa malas adalah dalih yang paling berbahaya. Hal ini karena ia membunuh potensi kita. Ketika rasa malas muncul, kita akan tampil di bawah performance maksimal kita, sehingga kita menjadi kurang bernilai dan kurang bermanfaat di hadapan diri sendiri dan orang lain. Karena itu, rasa malas harus diperangi. Malas membuat potensi seseorang menjadi terpendam atau muncul tapi terlambat. Malas membuat seseorang bagaikan lumpuh. Tak bertenaga dan tak berdaya untuk menghindarinya. Pikirannya menjadi irasional, jiwanya kosong dan perbuatannya menjadi tak bertanggung jawab.

Bagaimana cara mengatasinya? Beberapa tip pernah saya baca seperti dengan meloncat-loncat ditempat sebanyak 20 kali agar peredaran darah kembali lancar dan semangat kembali muncul. Menuliskan hal-hal yang akan dikerjakan hari itu atau dengan mengingat atau melihat sesuatu yang bisa memancarkan semangat untuk kembali aktif. Ayah saya adalah salah seorang guru ”anti-malas” terbaik yang pernah saya tahu. Cara untuk mengatasi rasa malas cukup sederhana namun efektif: Just do it! (lakukan saja, tanpa menunda!)- seperti slogan sebuah iklan sepatu olah raga.
Jadi untuk mengatasi rasa malas, kerjakan saja apa yang menurut kita harus dilakukan. Jangan ditunda dan jangan mencari alasan untuk menunda! Apapun alasan untuk menunda pekerjaan itu, lupakanlah! Sebab sebagian besar alasan itu sejatinya adalah alasan yang dicari-cari dan mengada-ada. Karena itu, just do it! Lakukan sekarang juga! Karena jika kita menundanya maka kita bisa akan semakin malas dan takut untuk melakukannya. Sebaliknya semakin tidak ditunda, semakin bersemangat dan termotivasi kita untuk melakukannya.

Selain itu juga, perlu diketahui bahwa seringkali semangat melakukan suatu pekerjaan justru datang dan semakin besar bersamaan dengan saat kita melakukan pekerjaan tersebut. Semangat bekerja seringkali muncul bukan sebelum melakukan pekerjaan, tapi pada saat kita melakukan pekerjaan tersebut.

Inilah rahasia mengatasi rasa malas, Jika pikiran kita mulai mencoba melakukan rasionalisasi untuk menundanya, katakan dengan keras dan tegas pada diri kita sendiri: Just do it! Lakukan sekarang juga! Jangan banyak alasan! Niscaya kita akan mampu mengatasi rasa malas dan tidak menunda-nunda melakukan pekerjaan.

Seperti halnya pagi itu, sambil tersenyum saya langsung membalas sms teman saya: ”Kalau elu malas kerja, bagaimana jika perusahaan juga malas membayar gaji elu? Just do it!"

No comments: