Suatu siang pada hari minggu, saya bersama istri dan putri kami Anindya seperti biasa pergi untuk makan siang diluar. Kegiatan ini sebisa mungkin saya lakukan sebagai ganti dari waktu saya yang banyak saya lewatkan untuk pekerjaan.
Di sebuah perempatan, lampu lalu lintas menyala merah dan kebetulan mobil saya berada di urutan paling depan. Saat menunggu lampu hijau menyala itulah, sesuatu yang dramatis terjadi di depan saya. Saya lihat di trotoar sebelah kiri jalan seorang laki-laki yang menggandeng seorang perempuan yang membawa seorang bayi dalam pelukannya. Laki-laki dan perempuan tersebut sepertinya sepasang suami istri dan yang dalam pelukan perempuan itu kemungkinan adalah anak mereka. Dan kedua orang tersebut adalah tuna netra.
Saat mobil berhenti karena lampu merah. Kedua orang tersebut beserta bayinya mulai berjalan perlahan namun pasti dengan panduan tongkat berwarna putih yang dipegang oleh si bapak. Dengan hati-hati sekali, si bapak menggandeng dan membimbing istrinya untuk sama-sama menyeberang.
Tanpa mereka sadari ternyata mereka berjalan sedikit menyerong sehingga bukannya mendekati trotoar di seberang tapi malah melenceng ke kiri dan mengarah ke tengah-tengah perempatan. Saat itu lalu lintas dari arah kiri dan kanan jalan menyala hijau dan lalu lintas cukup ramai. Saat saya tertegun menatap drama tersebut, sekonyong-konyong dari arah kiri jalan berlari seorang penjaja Koran menyusul keluarga kecil tersebut dan dengan hati-hati membimbing si bapak untuk merubah arah ke kanan mendekati trotoar di seberang jalan. Sesampainya di seberang jalan, saya lihat si bapak dan ibu tuna netra memegang tangan penolongnya seperti mengucapkan terima kasih dan kemudian tukang Koran tersebut kembali ke trotoar seberang. Saya semakin terharu saat melihat si bapak lalu memeluk perempuan dan bayi mereka sambil mengucapkan sesuatu dan kemudian mereka berjalan kembali dengan tetap bergandengan tangan.
Batin saya tersentak melihat drama tersebut. Saya lihat istri saya masih tidak bisa bereaksi dengan apa yang baru saja terjadi di depan mata kami, hanya mata yang berkaca-kaca yang dapat menunjukkan perasaannya saat itu. Hari itu saya mendapat 3 pelajaran hidup yang penting dari kejadian tersebut.
Pertama, siapapun anda apapun pekerjaan anda, anda tetap bisa melakukan sesuatu yang dapat membuat perbedaan pada orang lain. Sikap itu ditunjukkan oleh seorang tukang Koran yang dengan tanggap mengarahkan kembali jalan keluarga tunanetra tersebut. Tuhan memberikan kita banyak sekali kesempatan untuk berbuat baik, Yang diperlukan hanyalah membuka kesadaran kita akan kehidupan sekitar, kemauan dan keikhlasan untuk membantu serta keyakinan dalam bertindak di saat yang tepat.
Kedua, kepercayaan diri dan kepastian dalam melangkah dalam mencapai tujuan ternyata tidaklah cukup. Sekali waktu kita kadang perlu berlapang hati untuk memberi kepercayaan kepada orang lain yang lebih tahu, lebih mampu dan lebih bijak dari kita untuk memberi kita bimbingan dalam mencapai tujuan akhir. Manusia tetaplah laksana burung dengan sebelah sayap yang perlu berpelukan erat dengan burung yang lain agar dapat terbang. Keluarga tuna netra tersebut yakin akan langkahnya tapi ternyata mereka berjalan kearah yang salah dan atas bimbingan orang lain akhirnya mereka dapat kembali berjalan kearah yang benar.
Dan ketiga, saya belajar untuk lebih menghargai rahmat penglihatan yang Tuhan berikan, sesuatu yang sering saya anggap sebagai sesuatu hal yang biasa. Pernahkan anda bayangkan kalau kita dalam posisi keluarga tuna netra tersebut?
Seberapa sering kita melupakan anugerah sederhana namun luar biasa yang sudah Tuhan berikan dalam kehidupan kita?
Wednesday, April 4, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment