Dalam perjalanan ke Palembang minggu lalu, pesawat Garuda yang saya naiki mengalami beberapa kali goncangan karena menabrak sekumpulan awan mendung. Saat itu saya dan rekan saya sempat kaget dan deg-degan karena takut. Setelah beberapa menit goncangan akhirnya berhenti, spontan rekan saya berkata,”untung cuma awan mendung, coba kalau ditambah hujan dan petir!”…
Seringkah anda saat setelah mengalami sesuatu yang buruk dan kemudian berkata ..”untung cuma ini, coba kalau itu..dst”. “Untung cuma..”, kalimat ini sering kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari (terutama kalau anda orang Jawa). Kalimat ini bila dilihat dari sisi filosofis bermakna bahwa kita bersyukur karena hal yang terjadi tidaklah terlalu buruk. Falsafah Jawa mengenai ucapan “masih untung” ini merupakan sebuah cara pandang (paradigma) yang sarat muatan spiritual. Paradigma “untung cuma..” bukanlah ungkapan penghiburan dan sekedar menyenang-nyenangkan diri. Dibalik ucapan itu tersirat keyakinan bahwa Tuhan akan selalu melindungi ciptaan-Nya. Bahwa rahmat selalu ada di sekitar kita betapapun kecilnya. Ini akan mengubah penolakan menjadi penerimaan, kekacauan menjadi keteraturan, dan kekeruhan menjadi kejernihan. Lebih dari itu hidup kita akan senantiasa diliputi perasaan penuh. Apapun yang sudah kita miliki menjadi cukup, bahkan berlebih.
Ungkapan syukur lebih banyak kita panjatkan pada saat kita mendapatkan kebaikan. Bagaimana kalau hari ini anda lalui dengan kesulitan bahkan musibah: anak anda sakit, anda terlambat masuk kerja karena macet yang luar biasa dan anda dimarahi atasan dll. Dalam kondisi seperti ini, apa yang harus kita syukuri?
Kalau hal ini masih menjadi pertanyaan anda, sebaiknya anda coba untuk membuka lebih lebar prespektif anda tentang kehidupan dan coba lihat dan kaji semua yang sudah anda dapatkan dalam hidup anda. Udara yang anda hirup, makanan yang anda santap setiap hari, putra-putri yang sehat, pekerjaan, teman-teman dan masih banyak lagi hal yang kelihatannya memang sudah sewajarnya didapat sebenarnya adalah rejeki yang berlimpah.
Saya sering mendengar karyawan yang masih mengeluhkan betapa membosankannya pekerjaan mereka, kejenuhan dan apatis terhadap segala perubahan. Tapi mana yang lebih baik, apakah duduk, tetap bekerja dengan mensyukuri pekerjaan sekarang atau tanpa pekerjaan sama sekali? Kita sering terjebak untuk membanding-bandingkan apa yang kita miliki dengan apa yang orang lain punya, gaji, materi, pangkat dll. Daripada anda membuang waktu anda dengan membanding-bandingkan dengan orang lain, lebih baik anda gunakan waktu anda untuk menikmati dan mensyukuri apa yang anda miliki sekarang.
Saat saya naik taksi dari bandara kembali ke rumah, saya tanyakan cuaca di jakarta dalam 2 hari terakhir ini karena saya rasakan panas Jakarta sore itu terik sekali. Sopir taksi tersebut menjawab dengan antusias “cuacanya selalu menyenangkan pak!”. Karena saya tidak paham dengan maksud “menyenangkan” tersebut saya bertanya lebih lanjut. Dan jawabnya adalah,”Bagi saya cuaca seperti apapun menyenangkan pak, baik hujan atau panas terik sekalipun. Karena saya yakin apapun yang Tuhan berikan pasti mengandung banyak kebaikan”. Saya merasakan jawaban yang diberikan oleh sopir taksi tersebut sarat akan keikhlasan dan muatan syukur didalamnya.
Dalam sisa perjalanan tersebut saya lewatkan dengan banyak bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Maha Agung.
“Terima kasih Tuhan karena kau beri cuaca yang cerah hari ini, Terima kasih Tuhan karena kau beri keselamatan dalam perjalananku,
“Terima kasih Tuhan karena kau beri kesehatan pada raga dan batin ini dan
“Terima kasih Tuhan karena kau telah kirimkan seseorang untuk mengingatkanku agar selalu bersyukur kepada-Mu”.
Sudahkan anda bersyukur atas apapun yang anda dapatkan dan alami setiap hari?
Thursday, April 5, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment